06 Mei 2008

Era Inderawi


Kita sebagai bangsa saat ini mungkin tengah memulai memasuki dan berkenalan secarea lebih nyata dengan era baru dari sebuah zaman dimana pragmatisme yang memuja kegunaan, sekularisme yang menghamba keserbaduniawian, materialiisme yang memuja serba materi, dan hedonisme yang serba mendambakan kesenangan telah hadir sebagai suatu keniscayaan dari proses perkembangan kehidupan kita yang telah lama dipacu oleh perkembangan ekonomi dan moderinisasi yang serba inderawi. Suatu keniscayaan dari persentuhan kira dengan dunia luar secara super cepat melalui pintu baru yang bernama globalisasi yang membaut bangsa ini gampang dan leluasa “belajar” tentang kebudayaan asing yang ikut mengajarkan keserbagunaan, budaya materi dan hidup serba tenang dan bebas tanpa iktan-ikatan nilai dan norma sebagaimana yang selama ini menjadi acuan hidup kita sebagai bangsa bergama dan berfalsafah Pancasila.
Pendek kata, jika pragmatisme atau mentalitas menerabas itu merupakan hal yang cenderung berkembang saat ini dalam kehidupan bermasyarakat kita, secara situasional hal itu merupakan suatu hal yang tidak lepas dari kondisi umum kehidupan kemasyarakatan kita kini yang telah terstruktur oleh kebudayaan inderawi yang mengajarkan pola hidup yang berorientasi kepada kepraktisan, kebendaan, kemudahan dan hal-hal instant yang lainnya tanpa perlu mendialogkan dan merujukkan dengan hal-hal bormatof yang mematok keharusan prilaku yang baik, yang benar, yang sacral, yang luhur dan yang mulia.
Nilai-nilai yang normatif yang adi luhung itu mungkin mulai dipandang sebagai tidak praktis dan fungsional, lebih-lebih jika diproyksikan dengan ambisi besar kita untuk membangun peradaban yang megah dimasa depan dimana industri dan iptek menjadi primadona kebudayaan. Kendatipun, dalam tatana ideal dan formal konsepsional, kita dikatakan menuju sebuah peradaban bangsa yang dihuni oleh manusia Indonesaia seutuhnya. Kita tentu tak menginginkan kebudayaan bangsa ini berjalan timpang dan sekali lagi, medah-mudahan beragam kasus yang muncul kepermukaan belakangan ini bukan gambaran dari pragmatisme sikap hidup masyarakat kita dalam struktur kebudayaan inderawi yang serba meuja kepraktisan, kebendaan, keduniawian.

Tidak ada komentar: