03 Juni 2008

Selebaran yg Harus Disebarkan




Tidak Ada Subsidi BBM!

Itu penipuan untuk menguras uang rakyat!
Berbeda dengan Indonesia, Malaysia justru semakin "kaya" dengan kenaikan harga BBM dunia. Logikanya sangat sederhana. Negara itu mempunyai kedaulatan di bidang energi.
Indonesia kaya dengan lading minyak. Ini fakta. Pada tahun 70-an ketika harga minyak memblooming, Indonesia menikmati rejeki nomplok ini. Pemerintah Orde Baru mensubsidi rakyat dari keuntungan menjual produksi minyak dalam negeri.
Sekarang kondisinya terbalik. Indonesia lewat pemerintah (SBY_JK) tidak bisa mengulang kisah sukses pemerintahan Orde Baru tersebut. Negeri kaya minyak ini harus mengorbankan rakyatnya menanggung harga minyak dunia yang cenderung naik. Hari ini, 23 Mei 2008, pemerintah menaikkan harga BBM sebesar 28, 7 persen. Harga bensin dipatok sebesar Rp 6.000/liter dari harga sebelumnya Rp 4.500/liter. Harga solar dari Rp 4.300/liter menjadi Rp 5.500/liter. Sementara untuk minyak tanah dipatok harga Rp 2.500/liter dari harga sebelumnya Rp 2.000/liter. Pemerintah terkesan menutup mata dengan aksi rakyat yang menolak kebijakan ini. Sesungguhnya untuk siapakah mereka memerintah?
Menaikkan harga BBM adalah pilihan terakhir yang harus ditempuh pemerintah. Semua pembantu presiden berlomba-lomba untuk memberikan rasionalisasi. Ada yang memberikan komentar, ada yang mengajukan data, ada yang memasang muka berat seolah-olah mereka itu bekerja sesungguhnya untuk rakyat. Bantuan langsung tunai (BLT) pun diluncurkan untuk mendobrak daya beli masyarakat miskin. Tapi apakah ini efektif? Ketika seorang tukang becak mengatakan bahwa BLT hanya membuat rakyat menjadi bermental "pengemis", pemerintah semakin memposisikan dirinya bahwa mereka memerintah bukan karena praktek pikiran dan kerja mereka yang sudah teruji. Rakyat sudah tidak bisa dibodohi lagi.
Apakah menaikkan harga BBM adalah pilihan terakhir?
Ekonom Kwik Kian Gie berkomentar: "Tidak ada subsidi BBM. Pemerintah mengambil minyak bumi milik rakyat secara gratis dengan biaya hanya US$10/barrel. Tapi karena hanya bisa menjualnya seharga US$ 77/barrel pemerintah merasa rugi jjika harga minyak internasional lebih dari harga iitu." Berbeda dengan beberapa negara Amerika Latin. Mereka mensejahterakan rakyatnya dari hasil minyaknya. Venezuela di bawah pimpinan Hugo Chaves malah membantu sekutunya Kuba untuk membangun perumahan bagi rakyat Kuba. Semuanya adalah hasil dari minyak.
Pemerintah selalu berdalih bahwa negara kita mengimpor minyak untuk kebutuhan konsumsi dalam negeri. Produksi minyak dalam negeri kira-kira 1 juta barel per hari (bph). Sementara itu konsumsi minyak dalam negeri sebesar 1,2 juta bph. Artinya kita deficit sebesar 0,2 juta bph. Dengan demikian Indonesia hanya perlu mengimpor minyak sebesar 0,2 bph. Mari kita lihat data di bawah ini.


Biaya $/brl
Jual $/brl
Untung
Kuantitas
Untung/hari
Produksi
15
77
62
1.000.000
62.000.000
Impor
140
77
(63)
200.000
(12.600.000)
Untung




49.400.000
Jika harga minyak internasional US$ 125/barrel dan biaya produksi US$ 15/barrel serta impor sebesar 200 ribu bph, maka pemerintah Indonesia dengan harga Rp 4.500/liter (US$ 77/barrel) untung sebesar US$ 49,4 juta per hari atau sama dengan Rp 165,8 trilyun dalam setahun (1 US$= Rp 9.200).

Pemerintah untung sebesar Rp 165, 8 trilyun.

Jadi adalah bohong besar jika pemerintah mengatakan bahwa negar rugi sebesar Rp 123 trilyun per tahun.

Alasan lain yang tidak kalah menghebohkan adalah perbandingan harga bensin per liternya dengan negara-negara lain. Mari kita lihat data di bawah ini.

Negara
US$/Ltr
Rp/Ltr
Populasi
GNP/Kapita
Venezuela
0, 05
460
26.000.000
3.490
Turkmenistan
0, 08
736
5.000.000
1.120
Iran
0, 09
828
68.000.000
2.010
Nigeria
0, 10
920
129.000.000
350
Saudi Arabia
0, 12
1.104
27.000.000
9.240
Kuwait
0, 21
1.932
2.400.000
17.960
Mesir
0, 25
2.300
78.000.000
1.390
Indonesia
0, 49
4.500
220.000.000
810
Malaysia
0, 53
4.876
24.000.000
3.880
Cina
0, 64
5.888
1.300.000.000
1.100
AS
0, 92
8.464
296.000.000
37.870
Jepang
1, 01
9.292
128.000.000
34.180
Pada prinsipnya rakyat tidak keberatan harga BBM tinggi. Tapi pemerintah melupakan aspek ini: daya beli. Dari data kita ambil contoh negara Amerika Serikat. Pendapatan per kapitanya cukup tinggi. Sementara itu Indonesia mencoba menyamakan harga minyaknya dengan harga minyak dunia dengan pendapata per kaita hanya 810/tahun. Sebuah logika yang tidak bisa diterima akal.

Alasan pembenaran lainnya adalah bahwa rakyat Indonesia boros dalam menggunakan BBM. Kembali kita akan melihat betapa pemerintah selalu salah dalam mengeluarkan data.

Negara
Ranking
Konsumsi
GNP/Kapita
Singapura
1
59, 5
21.230
AS
7
25, 8
37.870
Jepang
23
15, 6
34.180
Jerman
36
12, 4
25.270
Malaysia
47
7, 8
3.880
Botswana
87
3, 7
3.530
Namibia
98
2, 6
1.930
Indonesia
116
1, 7
810

Konsumsi BBM Indonesia berada di urutan 116 di bawah negara Afrika yang jarang kita dengar namanya Botswana dan Namibia. Pemerintah lupa bahwa jauh-jauh sebelum harga BBM dinaikkan rakyat miskin sudah selalu berhemat karena memang tidak ada yang harus dihemat. Dari data di atas terbantahlah sudah bahwa pemerintah dalam mengeluarkan data tidak pernah teruji keakuratannya.

Bantuan Langsung Tunai

Bantuan langsung tunai (BLT) sama sekali tidak bisa mengatasi masalah kenaikan harga BBM. Kebijakan ini mengundang banyak kontroversi. Pada kenaikan BBN tahun 2005 sebesar 125 persen tidak semua orang miskin mendapatkan bagian. Jumlah penerima BLT hanya 18 juta (sekitar 30 persen) dari 62 juta rakyat miskin di seluruh Indonesia (Data BankDunia). Program ini hanya berjalan selama setahun. Setelah pemerintah menaikkan harga BBM, semua harga barang-barang naik. Daya beli masyarakat semakin menurun. Akibatnya jumlah korban busung lapar dan kurang gizi menunjukkan angka memprihantinkan, 5 juta orang. Korban tewas terdapat di beberapa propinsi. Aceh, NTT, Sulawesi Selatan, dan Papua adalah propinsi yang paling banyak menyumbang korban.

Program ini juga mengakibatkan tewasnya beberapa warga berusia lanjut. Mereka meninggal karena berdesak-desakan untuk mengambil "uang pelipur lara." Di samping itu banyak warga merusak fasilitas umum karena kecewa nama mereka tidak termasuk dalam daftar penerima BLT. Yang membuat bulu kita merinding adalah anak sesama bangsa rela saling membunuh hanya demi mendapatkan dana yang hanya membuat rakyat menjadi pengemis di tanah air mereka sendiri. Sungguh ironis. Program yang sama juga akan digunakan pemerintah untuk mengatasi kenaikan harga BBM. Kebijakan ini pantas disebut sebuah kebijakan gila. Orang gila mengharapkan hasil yang lebih baik dari hasil sebelumnya tetapi masih menggunakan cara yang sama.
Energi Indonesia untuk Siapa?
Indonesia adalah satu negara pengekspor batu bara. Setiap tahun Indonesia mengekspor 70 persen produksi batu bara dalam negeri. Indonesia juga negara pengekspor LPG terbesar di dunia. Untuk minyak Indonesia mengekspor minyak sebesar 500 ribu bph.
Sementara itu kita sering kali mengalami padam listrik. Rakyat kekurangan gas, minyak tanah, solar, dan bensin. Energi Indonesia untuk siapa?
Kita dicengangkan dengan fakta bahwa 90 persen lading minyak Indonesia dikelola dan dikuasai oleh pihak asing. Keuntungan perusahaan migas yang beroperasi di Indonesia (Exxon Mobil) tahun 2007 sebesar US$ 40, 6 milyar (Rp 373 trilyun) dari pendapatan US$ 114, 9 milyar (Rp 1.057 trilyun) (CNN). Bagi hasil migas sebesar 85:15 untuk pemerintah dan perusahaan asing baru dilakukan setelah dipotong cost recovery yang besarnya ditetapkan oleh perusahaan asing. Jika tidak tersisa maka Indonesia tidak mendapatkan sepeser pun. Contoh kasus, Blok Natuna yang dikelola oleh Exxon Mobil, setelah dipotong cost recovery-nya, Indonesia mendapatkan "nol" persen dan Exxon mendapatkan 100 persen.
Inilah pelanggaran terhadap konstitusi yang dilegalkan oleh negara. Jika energi diprioritaskan untuk kebutuhan dalam negeri (misalnya pembangkit listrik), Indonesia tidak perlu impor BBM sama sekali.
Solusi Pro-Rakyat
Karena harga BBM sudah naik maka solusi yang bisa kita gunakan adalah perkuat barisan massa sadar dengan turun langsung ke basis rakyat. Perjuangan ini harus dilakukan secara massif. Kampanyekan kepada rakyat bahwa rejim yang memimpin sekarang adalah rejim pro-pasar, rejim yang lebih mengutamakan kepentingan pemodal ketimbang kepentingan rakyat. Sudah sebuah konsekuensi bahwa pemerintahan kapitalistik hanyalah pemerintahan yang mengelola negara untuk menambah pundi-pundi mereka melalu regulasi yang selalu pro pada pengusaha. Kita tidak usah heran dengan ini.
Kita tidak bisa berharap terlalu banyak pada pemerintah sekarang untuk menasionalisasi semua tambang. Kekuatan untuk merebut kekuasaan ini yang belum kita miliki. Jika kita sudah merebut kekuasaan semua kebijakan yang diambil pasti sepenuhnya untuk kesejahteraan rakyat tertindas.
Hidup rakyat!

Tidak ada komentar: